Kamis, 01 Maret 2012

Tugas cerpen untuk praktek bahasa indonesia ( samson sihombing )

Diary ku dan adikku



Ini perjalanan hidup ku bersama adik ku. Kami terlahir dari keluarga yg sederhana .
Ayah ku bekerja sebagai anggota di salah satu pasar di kota kecil ini dan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga .
Kami terlahir hanya dua bersaudara dan aku anak paling besar , umurku baru 10 tahun dan adikku 7 tahun dan kami berdua laki.laki.
Aku dan adikku tidak pernah merasakan yg namanya bangku sekolah karena keadaan orang tua kami tidak mencukupi dan itu karena ayah seorang pemabuk dan pejudi.
Setelah pulang bekerja ayah pasti pulang mabuk dan selalu ribut bersama ibu di rumah.
Oleh karena itu aku dan adik di suruh ibu untuk bekerja sebagi tukang penyemir sepatu di jalanan.
Awalnya pekerjaan itu sangat menakutkan bagiku dan adik karena dimana-mana selalu ada kekerasan yang tak berhujung oleh sesama anak-anak jalanan maupun orang-orang di sekitar tempat kami mencari makan itu.
Tetapi dengan keyakinan penuh aku dan adik mulai mencoba bersahabat dengan anak-anak jalanan lainnya.
Selain menyemir kadang aku juga ikut mengamen bersama anak-anak jalanan senior ku,aku mulai terbiasa dengan hidup ku yg sekarang ini dan aku juga bahagia kok bisa menjalani hidup apa adanya di jalanan ini tapi ya lain halnya dengan adikku mungkin dia terkejut dengan keadaan ini karena dia biasanya di manja oleh ayah di rumah.
walaupun perih tetapi aku dan adik tetap melalui nya dengan semampu kami kaarena ini lah jalan terbaik agar aku dan adik bisa dapat makan .

Tetapi lain halnya jika kami sampai di rumah,karena kami selalu di pukul oleh ibu jika uang hasil kami mengamen dan menyemir tidak seperti yang dia inginkan.
Jika kurang dari yang di sarankan oleh ibu pasti kami selalu di pukul,tidur di luar dan tidak dapat sebutir nasi pun dari ibu.
Ayah jarang pulang karena dia lebih suka mabuk-mabukan dan berjudi di luar sana timbang mengurus keluarga yang di tinggalkan nya di rumah.
Pada suatu hari ayah pulang mabuk dan Dia meminta uang pada ibu untuk modal Nya berjudi tetapi ibu tidak mau memberikan , aku dan adik datang ke ruang tamu dimana sumber keributan itu berada .

Lalu aku berkata pada Ayah kalu ibu tidak punya cukup uang untuk modal Ayah berjudi karena untuk sarapan besok aja kita masih berpikir.

Tetapi ayah menghiraukan perkataan ku dan bergegas pergi ke dapur , Dia keluar dari dapur dengan membawa kayu bakar dan memukul Ibu karena belum juga memberikan Dia uang , tetapi ibu tetap berkeras dan akhirnya ayah memukul ibu dengan menggunakan kayu bakar yang baru di ambil nya dari dapur tersebut.
Ibu sempat terjatuh dan akhirnya berdiri lagi dan berlari kearah pintu depan rumah dan bergegas meninggalkan rumah sesampainya di halaman aku dan adik mengejar ibu sambil menangis , ibu berhenti dari larinya dan aku berkata pada ibu supaya tidak meninggalkan kami.
Ibu berkata “ pulang lah nak kalu ibu sukses di luar sana ibu pasti datang menjemput kalian “.
Mendengar perkataan itu aku dan adik hanya bisa menangis menyaksikan kepergian ibu.
Pada esok harinya aku dan adik punya tujuan untuk pergi dari rumah dan meninggalkan rumah itu sejauh mungkin karena kami benci pada ibu yang tega meninggalkan kami dan juga sangat benci pada ayah yang tau nya cuma mabuk-mabukan dan berjudi itu.
tetapi walaupun mereka begitu kami tetap menyayangi mereka karena sudah membesarkan kami walaupun begini keadaan yang sebenarnya terjadi.
Selama seminggu berlalu ibu juga belum pulang , akhirnya aku dan adik jadi pergi meninggalkan rumah pergi jauh dari rumah dan kembali hidup seperti gimana kami sebelumnya yaitu kembali ke jalanan .
Dengan bermodalkan gitar kecil ku dan kotak semir sepatu adikku dan modal tekat yang besar kami berangkat meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan ayah apalagi ibu.
Dengan penuh tekad kami akan menjalani hiduo tanpa mengenang lagi yang dinamakan keluarga.
Aku dan adikku dan juga anak jalanan senior yang juga ingin mencari kehidupan yang lebih baik di luar sana berangkat dengan menggunakan mobil-mobil besar yang kami tumpangi atau sering di sebut juga mobil truck , ya pas sekali jumpa dengan mobil truck dengan supir nya yang baik hati memberikan kami tumpang pas di ketika itu dia ingin ke kota yang kami tuju.
Tk terasa hari berganti dan kami sampai di kota yang besar itu yang bisanya sih di sebut orang kota metropolitan , tapi kata orang yak lo aku sih blom tau , habisnya baru kali ne aku memijakkan kaki ku di kota yang besar ini. ( hahahaha)
Sesampainya disitu kami mengucapkan terimakasih pada supir yang baik hati itu dan salah satunya ya aku dan adikku .
Aku agak khawatir keberadaan kami disini akan banyak menimbulkan masalah Karen kota ini katanya kota yang sangat kejam baik orang-orang yang tinggal disini maupun anak-anak jalanan nya.
(wihhh merinding aku)
ya tapi mau gimanalagi namanya juga cari hidup yang layak buat ku dan buat adikku .
Pada suatu hari aku dan adik pergi ke sebuah warung untuk mengamen untuk makan siang kami tetapi kami bukannya diterima dengan baik malah kami di usir dengan kejinya oleh si pemilik warung tersebut , aku dan adik pergi untuk mencari tempat-tempat yang lain agar kami dapat makan .
Waktu demi waktu, warung demi warung kami jalani dengan penuh pengharapan , akhirnya kami dapat duit yang cukup buat makan walaupun cuma 1 bungkus nasi tapi kami tetap menikmatinya kok karena tklo tak makan bisa-bisa sakit lagi dan gak bisa ngamen kan.
Waktu demi waktu , hari demi hari kami lalui tanpa terasa kami sudah setahun meninggalkan rumah , ya mungkin karena kami menjalaninya tanpa beban kali ya.
Pada suatu hari di saat kami dalam perjalanan pulang mengamen tiba-tiba berhenti sebuah mobil mewah berhenti di depan kami dan turun seorang wanita cantik yang tidak lain adalah ibu kandung ku.
kami tidak menyangka kalu itu ibu karena dia belum pernah kami lihat secantik itu apalagi dengan menggunakan gaun yang sangat indah itu , ya kalau harga gaun nya aja sih bisa buat makan setahun aku sama adikku (hahahahaha).
Aku dan adik berlari kearah ibu dan memeluk ibu dengan erat dan kami mengeluarkan air mata tanda rindu kami kepada ibu yang sangat mendalam karena sudah lama nggak lihat ibu dan dengar suaranya.
Ibu mengajak kami ke sebuah taman di kota itu , disana ibu menangis melihat tampilan dan keadaan kami yang sekarang semenjak di tinggalkan ibu.
Ibu bercerita tentang apa yang terjadi pada ibu selama ibu pergi meninggalkan rumah , di saat ibu bercerita datang seorang lelaki yang umurrya sih sepertinya lebih tua jauh dari ibu , ya kalau bias di bilang dia lebih mirip kakek kami..
(huuusss bukan ngejek ya tapi emank begitu adanya.. hahaaha)
Dia memaksa ibu untuk masuk ke dalam mobil mewahnya tersebut , sambil menangis ibu berpesan agar besok jumpa di taman ini dan pada pukul/jam yang sama pula.
Aku dan adik hanya bisa terdiam dan menangis melihat kepergian ibu yang ke dua kalinya dari hadapan kami.Tetapi dalam benakku masih bertanya-tanya siapa sebenarnya lelaki tua tersebut.
Tapi ya sudahlah mungkin dia saudar ibu yang benci melihat anak jalanan seperti kami ini .
Aku dan adik pergi meniggalkan taman tersebut dan mencari tempat kami tidur karena pada malam itu gerimis datang menghantui kami , dan dapat lah tempat di halaman kota yang mewah tersebut ya syukur nggak kenak hujan mau tidur.
Pada saat bangun pagi , aku melihat adik yang masih tertidur dengan pulasnya dan aku merasa ada yang ganjil diantara kami berdua , setelah ku perhatikan sekian lama aku melihat yang ganjil itu adalah gitar kecilku dan kotak semir sepatu adikku sudah tidak ada lagi di pelukan kami .
Aku meninggalkan adik yang sedang tidur untuk mencari gitar dan kotak semir adikku , hampir setengah hari aku mencari tapi belum juga dapat/nampak gerangan gitar dan kotak semir adikku itu , dengan penuh perasaan kesal dan emosi aku kembali ke tempat dimana adikku ku tinggalkan tertidur tadi.
Sesampainya disitu aku melihat wajah adik pucat sekali dan hidung nya mengeluarkan darah dan badannya panas tinggi , aku nggak tau mau berbuat apa lagi , aku pergi meninggalkan adik dan berpesan jangan kemana-mana karena aku pasti kembali membawa dia makanan dan berobat ke dokter.
Aku pergi ke pasar dimana tempat perbelanjaaan itu ramai dengan pengunjung yang mau berbelanja , aku melihat ada seorang ibu yang sedang mengeluarkan dompet nya dari dalam tas nya , timbul keinginan ku untuk ingin memiliki dompet tersebut untuk biaya perobatan adikku yang sedang sekarat disana.
Dengan penuh tekad aku merampas dompet ibu-ibu tersebut dan berlari sekencang mungkin dan dalam pikiran ku hanya terlintas wajah adikku , ya sempat sih di kejar oleh beberapa orang yang ada di pasar itu , ya mungkin pas disitu hari keberuntungan aku akhirnya bisa lolos dari mereka yang mengejarku.
Secepatnya aku menghampiri adikku yang aku tinggalkan tadi dan secepatnya aku membawa nya ke puskesmas , dokter tersebut berkata kalu dia terserang penyakit typus , ya aku sih nggak tau itu penyakit apa tapi yang paling penting adalah agar adikku dapat sembuh dan dokter menyarankan agar dia di rawat inap , untung hasil rampasan aku tadi bisa cukup untuk biaya yang di katakana dokter itu.
Aku berdoa pada Tuhan” kalau apapun yang terjadi sama ku karena aku menjambret tadi Tuhan , aku rela di hukum mati.
Tapi hanya satu yang ku minta Tuhan sembuhkan lah adikku ku yang sedang terbaring disana biar kan dia bisa menikmati hidup nya lebih lama lagi ..
Hanya itu doaku Tuhan.
AMIN…
Setelah selama tiga hari akhirnya adik bisa dokter kata dokter tapi dokter berpesan agar adikku tidak terlalu capek , tetapi adik tidak mengiraukan perkataan dokter dan perkataan ku .
Adik tetap ingin menyemir dan mengamen , aku sudah beberapa kali melarangnya dan bahkan hampir memukulnya agar cukup aku aja yang carik makan tetapi tidak di hiraukannya.
Pada suatu malam kami mengamen di salah satu warung bandrek susu , disana kami meluhat ibu dan lelaki tua itu duduk dengan santai nya dan ibu seperti nya bahagia sekali bersama lelaki itu. Tetapi melihat itu kami tidak menghentikan kegiatan kami , kami tetap bernyanyi dan bernyanyi agar ada orang yang mau memberikan sepersen uang buat makan kami .
Tiba-tiba ibu melihat kami dan ibu menarik kami masuk ke dalam mobil mewah yang sebelumnya pernah kami lihat yang tak salah lagi mobil lelaki tua yang bersama ibu itu.
Ibu hanya bisa menangis terus melihat keadaan ku dan adik dan ibu mengajak kami berdua agar ikut bersama Nya , Tak terasa sampai ke sebuah istana yang sangat mewah dan ternyata itu rumah lelaki tua itu. Sesampainya di dalam rumah ibu menceritakan semua yang terjadi pada ibu dan ternyata lelaki tua itu adalah suami ibu yang baru , awalnya kami sempat shock mendengar perkataan ibu itu tp ya bagaimana lagi mau di kata karena kapan lagi aku dan adik bisa menikmati yang selama ini kami carik tanpa capek turun ke jalanan lagi untuk mengumpulkan uang recehan. (hahaha)
karena di rumah ini lengkap semua fasilitas nya jadi kami tak merasakan lagi yang namanya kelaparan , kedinginan , dan kesengsaraan lainnya..
(walaupun dia udah tua tapi yang penting kaya… hahahahahaha)

Di saat ibu sedang bercerita lelaki tua itu menanyakan kepada ibu ,
“siapa anak-anak yang dua ini “ Tanya lelaki itu..
“mereka ini anak-anak kandung ku” jawab ibu dengan tenang ..
Mendengar perkataan itu lelaki tua yang kami sebut ayah itu sekarang sepertinya kelihatan senang sekali menerima kehadiran aku dan adik.
setelah beberapa bulan berada dirumah yang tak berkekurangan itu terlintas difikiranku tentang ayah kandungku yang ada dipondok kecil disebuah perkampungan itu,besoknya aku mengajak ibu dan adik untuk melihat keadaan ayah dikampung halamanku itu tanpa sepengetahuan ayah tiriku. Kami berangkat kesana dan tibanya disana aku masuk kedalam rumah yang dulunya tempat tinggalku, dan tibanya didalam aku melihat ada wajah baru yang sangat asing yang tak pernah kulihat sebelumnya.
mereka menanyakan kepadaku.
“ sedang apa dikk ?? ” mau cari apa ?? “ Tanya orang asing itu kepadaku ..
aku balik bertanya kepada orang asing itu “ ayahku yang punya rumah ini ,dimana ?? ”
tak lama kemudian mereka menceritakan semua yang sebenarnya terjadi kepada kami.
Pada saat itu ayah kalian mabuk dan kalah berjudi . dia menjual rumah ini.

“ jadi dimana sekarang ayahku “ tanyaku dengan rasa khawathir
dia hanya diam dan tidak bisa menjawab pertanyaanku ..

akhirnya ,…
Dia menceritakan bahwa ayahku sudah meninggal seminggu setelah dia menjual rumah ini ..
Aku , Ibu dan adik sangat terkejut . dia mengatakan bahwa ayah dikebumikan di TPU dekat kantor pak lurah yang tak jauh dari rumah tempat kelahiranku itu.

Kami pun pergi kesana dan mencari makam ayah. Sesampainya dimakam ayah .
Kami hanya bisa menangis dengan penuh rasa penyesalan karena sudah meninggalkan ayah sendirian dikampung ini.
Hari sudah mulai gelap , langit yang tadinya cerah kini berubah menjadi kuning keemasan.


kami pun segera kembali bergegas kembali menuju rumah mewah itu .memulai hidup baru dengan ibu dan adik tanpa kekurangan, walaupun berat menikmatinya tanpa ayah kandung.

Tak terasa setelah beberapa tahun kemudian . kami mulai terbiasa dengan kehidupan kami yang sekarang. Aku dan adik menganggap cerita perjalanan hidup kami selama dijalanan adalah kenangan termanis yang pernah kami lalui karena mensyukuri apa adanya akan berbuah indah pada waktunya .





Nama : Samson sihombing
Kelas : XII IPS 1
SMA NEGRI 4 PEMATANG SIANTAR

Tugas cerpen untuk praktek bahasa indonesia ( ricky henrico sutan damanik)

Nama : Ricky Henrico Sutan Damanik
Kelas : XII ips 1
“Ulang tahun penantian salam”


Aku bangun dengan jiwa berpengharapan. Matahari pagi menembus kisi-kisi batinku yang remang. Sejenak hatiku terasa ringan ketika merasa seharusnya ada sesuatu yang "manis" untukku hari ini. Semalam, aku memang tidur lebih cepat. Karena aku ingin lebih cepat menyongsong pagi.
Perasaan itu membuatku segera terbang ke kamar mandi. Kucuran air membuatku terasa nyaman. Lalu kubiarkan busa sabun menjilati tubuhku yang telanjang. Membilasnya. Membelitkan handuk di tubuhku. Mengenakan pakaian. Berkaca. Sambil memakai seragam sekolah.

Saat mereguk kopiku yang masih hangat di atas meja, aku tersenyum ketika melihat banyak SMS masuk yang berisi ucapan selamat ulang tahun. Meski begitu banyak SMS yang masuk, tetapi aku masih menunggu dari seseorang....

Pagi sudah menunjukkan pukul 07.00, warna langit yang tadinya gelap kini berubah menjadi kuning keemasan ,mentari mulai tersenyum menampakkan sinarnya, ku teguk habis kopi hangatku dan kusambar helm ku dari atas kursi . segera ku berpamitan kepada orang tuaku ..
Takut aku terlambat menuju tempatku menuntut ilmu. Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi. Apalagi menganggapku pintar, itu salah besar. Sesungguhnya aku bodoh, berotak bebal. Tiap tahun, lima ranking paling buncit di kelas, salah satunya pasti milikku. Jadi, kalau pun naik kelas, kupikir karena nasib baik saja. Setelah lancar mengeja, menulis, menjumlah, dan cukup tahu sedikit tentang sejarah, tak ada lagi manfaat yang kupetik dari sekolah. Di mataku, gedung itu malah menyerupai lintah. Makin hari makin bengkak, saking rakusnya menghisap darah. Aku dipaksa membeli buku ini itu atau membayar biaya ini itu. Kalau tak dituruti, siap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari.

Aku keluar rumah menuju garasi . kuhidupkan sepeda motorku dan segera ku tancap gas kuda besiku saat ini aku adalah remajayang baru genap berumur 17 tahun dengan seragam putih abu-abu , sepatu bermerek dari sebuah toko dipusat kota, parfum beraroma laut tropis dan handphone tipe terbaru ,duduk di atas jok empuk diatas sepeda motor yang kecil dan lincah, dengan hembusan angin yang halus.

Setiap hari sebelum aku menuju tempatku menuntut ilmu, aku melewati 3 lampu merah dan sebuah terminal. Di Terminal, aku leluasa melihat para pedagang kaki lima yang berseliweran menjual buah-buahan, permen, tisue, pangsit mie, sampai VCD bajakan. Aku mengamati para kernet, sopir, makelar, pengamen sampai pengemis. Mereka beraktivitas dengan ekspresi bebas. Mereka duduk mencakung, merokok, tertawa terbahak menampakkan gigi geligi yang hitam karena kerak nikotin dan bermain kartu. Tidak adakah himpitan kesusahan menekan batin mereka? Ataukah kesusahan sudah begitu akrab menjadi sahabat mereka sehingga tidak perlu lagi untuk ditangisi? Aku berpikir diam-diam.


Sekelompok pengamen datang dan mulai mendendangkan lagu dengan suara sumbang, ditingkahi suara botol galon air minum mineral dan bunyi uang logam beradu. Kulirik dengan ekor mataku, salah satu di antara mereka adalah seorang gadis dengan wajah cukup manis kalau saja tidak banyak luka-luka parut yang terlihat jelas di lengannya sebelah dalam.

Aku sempat memikirkan bekas luka itu karena apa? Karena narkobakah? Bekas berkelahikah? Kenapa gadis semanis dia memiliki luka parut begitu banyak di lengannya? Apakah luka parut di hatinya lebih banyak lagi karena hidupnya begitu pahit?

Pahit?

Rasa pahit itu menyeruak tanpa permisi ke dalam dadaku karena ring tone ponselku yang kutunggu sama sekali belum berbunyi.
Sesampainya disekolah kuparkirkan sikuda besiku , dengan langkah sedikit cepat aku berlari menuju barisan dengan nafas terengah-engah ..
Bel berbunyi itu menandakan pelajaran akan segera dimulai , aku tidak konsentrasi menerima pelajaran yang diberikan oleh bapak guru. Mataku terfokus pada jam dinding yang berada ditengah atas kelas . Ini sudah lewat setengah hari, begitu aku membatin dalam hati dengan perasaan gelisah. Tetapi kenapa yang kuharap dan kutunggu belum juga mengirim salam?
Keputus asaan sudah membayangiku …
apakah dia tidak ingat kalau sekarang adalah hari penting bagiku ??

Bel panjang sudah berbunyi , itu memberi isyarat bahwa pelajaran telah selesai .
Tapi mengapa yang ku tunggu-tunggu belum juga datang ??
kusandarkan badanku di suut-sudut tiang sekolah sambil menyendiri. Aku bangkit dari dudukku dan menyelonjorkan otot-otot punggungku yang kaku karena sudah terlalu lama menunggu.

Aku masih belum berniat pulang. Aku masih menanti. Aku melangkah gontai menembus gerimis menggigil dingin, membiarkan sepatuku, bajuku, rambutku, tubuhku, wajahku, seluruh pipiku basah. Aku tidak tahu, basahku karena gerimiskah atau karena air mata. Aku ingin menghabiskan waktu menunggu salam selamat ulang tahun dari si dia. Seharian penuh aku mengamati setiap perubahan yang ada di langit sana. Dan ketika awan-awan itu kian memerah dan akhirnya hilang, cinta sudah membuatku bodoh. Sebetulnya aku membenci keadaan ini.
“Selingkuh? Hanya laki-laki tak bermoral yang selingkuh. Jangan samakan aku dengan mereka,”
“ tapi hanya ada satu diantara tiga laki-laki seperti itu didunia ini !! “ jawabnya
“ aku tidak seperti itu !! “ jawabku
Hanya itu kata-kata terakhir yang kuucapkan kepada dia yang akhirnya membuat kami berpisah
Setelah dia pergi bergegas meninggalkan aku.

Aku tersalib kecewa dan luka. Kulihat bukan saja kepalaku, tanganku, kakiku, tubuhku berdarah, tetapi hatiku, jantungku, paru-paruku, lidahku, mataku, telingaku, semua mengucurkan darah.....
Pematang siantar sudah mengellap segera ku hidupkan sepeda motorku dan aku bergegas pulang.
Oke. Aku pulang.

Hanya ada dua hal di kepalaku selama perjalanan
Tapi dua hal itu sudah terlalu banyak untuk jarak tempuh yang rasanya sangat pendek ini. Aku besar di lingkungan yang keras. Kawasan tempat tinggal kami tersohor sebagai kompleks elite di kota ini. Ibarat akar pohon yang menancap kuat dalam tanah, julukan itu tak bisa dirobohkan lagi. Sama seperti rasa benciku pada dia .

Semestinya aku belum berniat pulang, kalau saja tidak merasa khawatir kemalaman dan orang tua sudah cemas menungguku dirumah . sesampainya dirumah.Kuraba saku celana ku. Kulihat telepon selularku masih dalam keadaan yang sama. Tidak ada message, tidak ada miscall, tidak ada mailbox...

Semenit sekali aku masih selalu bisa merasakan puncak kegelisahan itu.

Begitulah aku menikmati usia tujuh belasku. Beberapa hari sebelum hari kemarin. Tetapi mulai hari kemarin aku mulai terganggu dengan hidupku sendiri. Aku mulai berfikir kenapa dia tidak mau mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku . apakakah kesalahanku terlalu besar kepadanya ?
Hingga pintu hatinya sudah mengkristal dan membeku sampai-sampai dia sangat membenciku ?

Ditemani alunan lagu dari salah satu penyanyi kesukaanku yang terdengar dari headset yang menempel ditelingaku , aku mulai mengobati luka-luka perih didalam hatiku..
kucoba untuk menghibur diriku sendiri .

aku merasa penantianku sia-sia. Ia kucari sampai ke ujung mimpi. Kubatin, kupanggil, kunanti, dengan seluruh pengharapan dan kerinduan. Tetapi ruang hampa yang kudapati. Sehingga, kuputuskan untuk bersahabat saja dengan rasa benci dan rasa sakit. Mungkin akan menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ternyata benar. Membenci lebih mudah daripada memaafkan. Sakit lebih nikmat daripada pengharapan. Jadilah rasa benci dan sakit yang kusimpan untuk dia.

Aku tercenung. Sesakit itu pula yang pernah kurasakan. Betapa rasa benci itu melebihi rasa sakit. Aku juga benci setengah mati kepada dia. Kenapa ia tidak mencariku kalau ia mencintaiku?
Tapi, apakah ini tepat ?
Mengapa tidak?

Tetapi di sisi lain aku harus berbuat sesuatu baginya dan bagi surau dalam pikirannya. Padahal aku ingin mengatakan sesuatu kepadanya, bahwa obat mujarab cinta adalah rasa percaya, meskipun aku sendiri belakangan ini tidak yakin dengan kesimpulanku sendiri.

kuselesaikan malam ku dengan air mata yang berurai. Aku merasa menjadi laki-laki paling cenggeng dan tolol .Semua bebanku kusimpan sendiri . Aku menjadikan kedua lenganku sebagai bantal dan mataku menatap serat-serat kayu yang menjadi langit-langit rumah ..

Aku berbaring telentang di atas ranjang yang senyap. Di sampingku, telepon selularku masih dalam keadaan on. Akalku menyuruhku lebih baik tidur saja dan melupakan harapan sebiji sawi yang sejak pagi kuletakkan di tempat yang tertinggi.

"Lupakan saja... perempuan itu menipumu...", begitu kata otakku. Tetapi perasaanku mencegahnya dan tetap memelihara asa setipis kulit bawang itu. "Hari ini belum habis...perempuan itu tidak menipumu... dia memikirkanmu...," begitu kata batinku.
Akal dan perasaanku terus berperang sampai menjelang tengah malam. Tetapi kenyataannya toh perasaan yang selalu menang.
Aku tetap memelihara asa setipis kulit bawang itu !

Lima Februari dua ribu dua belas sudah lewat....
Tidak ada apa-apa di telepon selularku. Benda komunikasi canggih abad millennium itu tetap diam tidak bergerak. Aku tidak tahu apakah aku harus tertawa atau menangis untuk ketololanku atau kenaifanku? Aku tidak tahu apakah aku harus membuang biji sawi ataukah menyimpan kulit bawang?

Yang kutahu, ada rasa asin menganak di lekuk pipiku ketika aku menggambar rupanya, menulis namanya, mendengung suaranya di langit luas, di langit kamarku, di langit hatiku...
Kututup mata... dengan bayang-bayang sepanjang malam!