Kamis, 23 Februari 2012

Tugas cerpen untuk praktek bahasa indonesia ( Angga simanjuntak)

Sesosok
Sesosok perempuan muncul seperti bayangan, sehalus angin dan tanpa suara di sampingku. Perempuan itu mendadak muncul dan duduk di sampingku ketika aku sedang benar-benar tidak tahu apa lagi yang harus kutulis. Padahal aku sudah menghabiskan lima gelas kopi, sebungkus rokok kretek, dan tiga kaleng guiness beer.untuk membuka pikiran ku menyelesaikan tulisan tersebut . Tetapi aku tidak memusingkan perempuan itu. Aku tetap menghisap rokok kretekku dan menghembuskan asapnya kuat-kuat dengan harapan mendapat imajinasi dari gumpalan asap itu..
Wajahnya yang sesegar pagi cepat menghapus letihku. Diam-diam kucermati sosoknya. Ia memakai kaos putih lusuh dan celana panjang hitam…

Tubuhku perlahan-lahan berubah, dan mulai bergetaran keluar selongsong kepompong. Kemudian kudengar gema bermacam suara yang samar-samar, seakan-akan menghantarkan kepadaku cahaya pertama kehidupan yang berkilauan. Dan aku pun seketika terpesona melihat dunia untuk pertama kalinya, terpesona oleh keelokan tubuhku yang telah berubah. Itulah yang dulu aku rasakan, ketika aku berubah dari seekor ulat menjadi kupu-kupu. Dan kini aku merasakan keterpesonaan yang sama ..

"Apakah aku pelacur?" Perempuan itu bicara kepadaku. Sontak membuatku terkejut mendengar pertanyaannya. Baru kali ini aku mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari gadis secantik dia
"Kamu pelacur bukan?" Aku balik bertanya tanpa menoleh kepadanya. Itu pertanyaan klise yang tidak perlu kujawabdan aku sendiri tidak tahu jawabannya.

"Menurutmu definisi pelacur itu bagaimana?" Ia bertanya lagi kepadaku.
"Tidur dengan lebih dari satu laki-laki," sahutku asal saja. Lagi-lagi tanpa menoleh.

"Tidur? Hanya tidur? Masa tidur saja tidak boleh?" Ia masih mendebat. "Dan katamu…lebih dari satu laki-laki. Hm…bagaimana dengan laki-laki yang tidur dengan lebih dari satu perempuan? Apakah dia juga bisa disebut pelacur laki-laki?" Ia nyerocos tanpa jeda.membuatku tambah kaku.

Tetapi, alamak…!
Aku terkejut ketika bersirobok pandang dengan bola mata perempuan itu. Matanya berwarna abu-abu! Tidak ada hitam. Dan tidak ada putih.

"Bagaimana?" Ia mengejarku dengan pertanyaannya yang membuatku tambah pening.
"Apanya yang bagaimana?" Aku tergagap sembari masih berusaha menguasai diri.

"Apakah aku pelacur?" Ia mengulangi pertanyaannya.
Kali ini, di matanya yang abu-abu tampak tergenang butiran-butiran berlian yang ditahannya tidak runtuh bila ia mengerjapkan kelopak matanya.

Aku menarik napas panjang. Membenarkan posisi dudukku.
"Kamu sedang butuh bahan cerita bukan? Tulislah aku…" Ia bertanya dan menjawab sendiri seakan-akan tahu apa yang kurasakan.
Aku semakin tak berdaya dibuatnya.dalam hati kecil ku bertanya .
‘’ mengapa dia mengajukan pertanyaan seperti itu kepada ku ?? ‘’ sementara aku tidak mengenal dia

"Ya," sahutku dengan nada berat dan sangsi. Aku takut jawaban ku membuatnya marah kepadaku

"Sebenarnya kamu siapa?" tanyaku pada akhirnya.
"Apakah itu perlu buat kamu?" Ia balik bertanya.

‘’ Ah! ‘’Aku bukan pengacara yang siap diajak berdebat kata dan bersilat lidah setiap saat. Aku hanya pengarang yang sedang mati kata.
"Baik. Panggil saja aku "Hesti." Ia berkata seakan-akan bisa membaca pikiranku.

"Hesti? Nama kamu Hesti?"
Perempuan itu tertawa. "Kamu pengarang kan? Apalah arti sebuah nama untuk seorang pengarang?
"Ya ya ya, Hesti atau siapa pun kamu, sekarang berceritalah!" tukasku kesal. Aku memang tidak butuh namamu. Aku butuh ceritamu. Butuh imajinasimu.untuk menyelesaikan karanganku.

Kuhisap rokokku dalam-dalam lalu menghembuskannya kuat-kuat. Perempuan ini sekarang mulai mengasyikkan. Ia sudah tidak membosankan dan menganggu seperti tadi. Ia mulai memberikan sensasi. Apakah begitu perasaan setiap laki-laki bila berhadapan dengan perempuan secantik dia ??

aku bisa mencium aroma tubuhnya yang wangi dan merasakan sentuhan kulitnya yang lembab dan dingin. Napasku mulai terasa sesak. Aku menutup mataku karena tidak kuat menahan gejolak birahi.

‘’ sekarang berceritalah !! ‘’ tukasku dengan nada agak kasar.

Kemudian dia menceritakan semua kisahnya yang membuatku terharu sampai meneteskan air mata.
‘’ dia adalah perempuan yang tak berdaya harus menerima kenyataan pahit bahwa dia telah dinodai oleh teman lelakinya ‘’
‘’ aku sudah tidak berharga lagi ‘’ katanya

Aku terdiam tidak mampu menjawab.
Sekarang ia mengambil sekaleng minuman ringan di dekat laptopku. Dengan sekali tegak, minuman itumeluncur melewati bibirnya, lidahnya, tenggorokannya, perutnya, ususnya, kandung kemihnya, dan mungkin akan berakhir di toilet. Ia menjilati busa guiness yang tersisa di bibirnya yang indah.

"Kata dokter, di sebelah kiri adalah jantung hati. Coba kau lihat ada apa di jantung hatiku?" ia berbisik pelan di telingaku. Napasnya menghangati daun telingaku.
Aku semakin tak kuat menahan birahi yang bergejolak didalam diriku.


Astaga!
"Apa yang kau lihat?" Ia masih berbisik seperti angin.

"Jantungmu, hatimu, paru-parumu, darahmu…."
"Ya, kenapa?"
Ia tertawa lembut sambil mengambil kembali bola mataku dari atas dadanya dan mengembalikannya ke dalam rongga mataku. Wajahnya begitu dekat dengan wajahku sehingga aku bisa menghirup napasnya yang segar.Dan ketika berlian-berlian jatuh bergulir menetes pula di pipiku lalu mengalir ke bawah, kutadah dengan tanganku.

"Air matamu hitam," kataku sambil melihat butiran-butiran berlian di tanganku.
Ia tersenyum antara tawa dan tangis. "Kenapa semua berwarna hitam ?" tanyaku pada akhirnya.
"Karena semua mulut mengatakan aku hitam. Walaupun aku tidak putih tetapi aku tidak sehitam yang mereka katakan. Bukankah hitam lebih baik daripada putih? Bukankah hitam tidak semunafik warna putih? Apakah mulut yang mengatakan aku hitam semuanya berwarna putih?" Berlian-berlian abu-abu bercucuran di pipinya yang kelabu.

"Kenapa mulut-mulut mengatakan kamu hitam? Apakah kamu pelacur? Apakah kamu tidur dengan lebih dari satu laki-laki?" Kali ini aku mengejarnya.

"Menurutmu, siapakah aku ?" Ia bertanya sambil mengambil rokok di tanganku. Lalu dengan sebuah gerakan yang sensual ia mengisap rokokku dan menghembuskannya membentuk sebuah bulatan-bulatan kecil. Ah, lagi-lagi berwarna hitam.

‘’ kau itu adalah seorang perempuan yang tertipu oleh laki-laki buaya !! ‘’ jawabku keras
"Oh, begitu menurutmu?!" Ia membelalakkan matanya yang hitam dan dari suaranya kudengar nada sumbang.

Aku terdiam tidak mampu menjawab.

“Lelaki itu dulu kutemui di bangsal sebuah gedung bioskop. Saat itu ada pertunjukan drama. Saat itu aku baru lulus sarjana akuntansi. Meskipun aku suka hitung-menghitung.
Namun aku hanya seorang manusia biasa yang ingin merasakan cinta.
Sebulan kami menjalani hubungan, Waktu itu, entah bagaimana,aku tergoda oleh rayuan setan ..
waktu seakan-akan berjalan sangat cepat Sebenarnya aku sudah mulai bisa tinggal di dalam hatinya. Dia juga sangat kerasan hidup di hatiku. Tapi sayang seribu sayang,. “ ucapnya melanjutkan kisahnya .

Dalam kesepianku, kini, aku menekuri diriku yang sibuk merajut sayap. Untuk terbang kembali menuju langit ketujuh .Tak apa, mumpung angkasa masih menyediakanku ruang. Diriku belum sama sekali hampa. Lingkunganku masih tertawa dan terbuka. Kotaku, meski tetap angkuh, toh masih mau menyapa..

"Sudahlah, sudah. Biarlah semua mengalir ‘’ jawabku dengan nada agak pelan
Tak kusadari air mata menetes, tak banyak, hanya satu dua. Tapi itu sudah cukup. Keterharuanku pada jalan hidupknya membuatku mengerti, bahwa setiap orang akan digiring kepada jalan hidupnya masing-masing. Ada yang ikhlas menerima, ada yang memberontakinya.

“Aku mengimajikan proses itu. Sebuah proses alami. Alam telah menyediakan segala sesuatunya, agar semuanya dapat berproses, tentu secara alami pula “ sahutnya

Aku semakin tak mengerti dibuatnya.


“Di bawah pohon dan perdu itu, sedikit menghampar rumput hijau, halus, enak di kaki. Di halaman depan, sama, ada rumput hijau. Di atasnya, ada pepaya, alamanda, cemara pipih, dan melati. Tanaman itu mengisi hari-hariku nanti , ya di tengah-tengah alam semesta yang besar dan "tenang" ini, aku ditimpa keraguan, kebimbangan” tukasnya tanpa jeda

Ia selalu bergumam dengan nada sesal, sambil menyaksikan kendaraan bersileweran, berhenti, datang dan pergi. Debu berhamburan dekat halaman.
Kuhidupkan sebatang rokok, kutarik dalam-dalam , kuhembuskan kuat-kuat berharap bisa menemukan imajinasi tentang tulisan ku.

Tak terasa senja telah jatuh. Warna langit di barat telah berubah. Kuning keemasan yang tadinya terlihat cerah, berganti dominasi warna merah. Aku harus cepat-cepat pulang

“Oke. Aku pulang dulu ya ?? “ sahutku kepadanya yang terlihat murung

Tetapi dia hanya menganggukkan kepala memberiku isyarat kecil.
Hanya ada dua hal di kepalaku selama perjalanan. Tapi dua hal itu sudah terlalu banyak untuk jarak tempuh yang rasanya sangat pendek ini.aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Malam itu dengan sengaja aku merokok di teras rumah
segulung asap tembakau dengan cepat melesat dibawa angin ke tanah lapang. Mengental dan terpantul-pantul di rumputan yang tak rata.
Berharap aku menemukan imajinasi tentang judul tulisanku.

“ Astaga !!! ” teriakku keras
Tiba-tiba sesosok perempuan muncul dari kepulan asap tembakau ku entah datang dari mana.
Perempuan itu berbaju putih dan rambutnya agak acak-acakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar